1.
Hukum Perdata
Pengertian Hukum
Perdata menurut para Pakar :
a) Menurut Salim HS adalah keseluruhan kaidah-kaidah
hukum, baik itu yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur hubungan
antara subjek hukum satu dengan dengan subjek hukum yang lain dalam hubungan
kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan.
b) Menurut Riduan Syahrani, ialah hukum
yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain di dalam
masyarakat yang menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan (pribadi).
c) Menurut Sri Soedewi
Masjchoen Sofwan merupakan hukum yang mengatur kepentingan antara warga negara
perseorangan yang satu dengan warga negara perseorangan yang lain.
Subekti membagi Pengertian Hukum Perdata dalam dua arti :
- Pengertian Hukum Perdata dalam Arti Luas yaitu semua hukum (private materiiL), yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan
- Pengertian Hukum Perdata dalam Arti Sempit, dipakai sebagai lawan dari hukum dagang. Jadi Pengertian Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan yang lainnya dalam hubungan hukumnya.
Tidak
semua Hukum Perdata tersebut
secara murni mengatur hukum
mengenai kepentingan pribadi seperti dalam pegertian hukum perdata di atas,
melainkan karena perkembangan masyarakat akan banyak bidang hukum perdata yang
telah diwarnai sedemikian rupa oleh hukum publik, sehingga hukum perdata juga
mengatur hubungan yang menyangkut kepentingan umum seperti : hukum perkawinan,
hukum perburuhan dan sebagainya.
Istilah hukum perdata sering juga disebut sebagai hukum sipil dan hukum
privat, dan juga ada yang tertulis dan tidak tertulis. Pengertian Hukum Perdata
tertulis ialah hukum perdata yang termuat dalam Kitab UU Perdata (Burgerlijke
Wetbook) maupun peraturan perundang-undangan lainnya. Sedangkan Pengertian
Hukum Perdata tidak tertulis yaitu hukum adat, yang merupakan hukum yang hidup
dalam masyarakat.
Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia sampai saat ini masih bersifat pluralistis, karena masing-masing golongan penduduk
mempunyai hukum perdatanya sendiri, kecuali pada bidang-bidang tertentu yang sudah
ada unifikasi. Demikianlah pembahasan mengenai pengertian hukum perdata menurut
para pakar, semoga tulisan saya mengenai pengertian hukum perdata menurut para
pakar dapat bermanfaat.
A. Contoh hukum perdata pencemaran nama baik
Berhati-hatilah
dalam menggunakan media sosial, jika tidak ingin berurusan dengan hukum.
Pengalaman buruk dialami Muhammad Arsyad Assegaf alias Imen, 24, warga Ciracas,
JakartaTimur yang mengunggah foto rekayasa Presiden Joko Widodo (Jokowi). Buruh
tusuk sate di sebuah rumah makan itu diringkus polisi atas tuduhan pelanggaran
sejumlah tindak pidana. Namun, penangkapan ini menuai kritik keras. Wakil
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
Chrisbiantoro mengaku kecewa dengan sikap Polri. Menurut dia, meskipun sudah
menjadi tugas aparat penegak hukum untuk menjaga kewibawaan kepala negara,
penangkapan seharusnya menjadi pilihan terakhir."Apalagi yang menangkap
langsung Mabes Polri, ini berlebihan," kata Chrisbiantoro di Jakarta
kemarin. Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai
penangkapan Arsyad aneh dan diskriminatif. Dalam pandangannya, jika pelaku penghinaan
adalah rakyat kecil, Polri bekerja cepat. "Giliran pelaku penghinaan itu
orang kuat dan berpengaruh, Polri berputar-putar serta tidak segera
menangkap," kata dia. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengaskan,
pemidanaan Arsyad merupakan tindakan over reaktif kepolisian. Bagi mantan
anggota Komisi III DPR itu, Polri mestinya melihat persoalan secara
benar."Saya yakin Pak Presiden (Jokowi) juga tidak terlalu ambil pusing,
kecuali yang menyangkut dengan keamanan negara dan ancaman fisik,"
katanya. Arsyad ditangkap aparat Mabes Polri di rumahnya, Jalan H Jum, Kampung
Rambutan, Jakarta Timur, Kamis (23/10).
Penangkapan
itu merupakan buntut laporan Koordinator Hukum Tim Kampanye Jokowi-JK, Henry
Yosodiningrat, pada 27 Juli 2014. Arsyad dilaporkan melakukan tindak pidana
penghinaan dan pencemaran nama baik Jokowi melalui media sosial serta
pornografi. Untuk diketahui, Arsyad diduga secara sengaja mengunggah foto-foto
hasil rekayasa di akun Facebook miliknya dengan maksud menghina Jokowi.
Foto-foto itu menunjukkan Jokowi dan Megawati Soekarnoputri dalam pose tidak
senonoh. Polisi menegaskan, tindakan Arsyad bukan delik aduan melainkan delik
umum yang tanpa adanya laporan pun petugas berhak untuk
menindaklanjutinya."Karena itu, kami langsung memprosesnya," ujar
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol A Kamil Razak
di Mabes Polri. Kamil menjelaskan, polisi baru menyelidiki penuh kasus ini pada
Agustus mengingat bulan sebelumnya berlangsung Pemilihan Presiden (Pilpres)
2014. Adapun pada pemeriksaan awal, Polri telah meminta keterangan dari pihak
pelapor (Henry Yosodiningrat), dilanjutkan beberapa pihak terkait lainnya,
termasuk Jokowi yang telah dimintai keterangannya pada 10 Oktober silam. Kamil
memastikan bahwa Arsyad yang mengedit langsung gambar-gambar itu. Kesimpulan
ini diperoleh berdasarkan keterangan pelaku dan akun Facebook
miliknya."Mengenai motif belum diakui oleh tersangka, namun dia punya
kelompok yang memang dengan sengaja melakukan penghinaan nama baik dan mengedarkan
foto-foto pornografi," kata Kamil. Atas perbuatan itu, tersangka dijerat
dengan pasal berlapis, yakni Pasal 29 juncto Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 44 Tahun
2008 tentang Pornografi, Pasal 310, 311 156 dan 157 KUHP, serta Pasal 27, 45,
32, 35, 36, 51 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Kamil menjamin tidak akan ada perlakukan istimewa terkait
penyelesaian kasus ini, meskipun korbannya merupakan tokoh-tokoh penting di
negeri ini."Tidak ada perbedaan, sama saja dengan kasus lain. Kami juga
ada kasus yang sama," ujarnya. Sementara itu, Henry Yosodiningrat mengakui
bahwa dirinya yang melaporkan kasus ini. Meski demikian, dia menegaskan tidak
mengenal Arsyad."Saya tidak tahu dia siapa, tinggal di mana. Saya
melaporkan dalam kapasitas sebagai koordinator tim hukum Jokowi-JK," kata
Henry. Menurut advokat yang juga anggota DPR ini, laporan itu didasari tindak
pidana yang nyata-nyata dilakukan pelaku. Tersangka, kata dia, telah merekayasa
foto seronok Jokowi dengan Megawati dan ditambahkan kalimat-kalimat yang
merendahkan."Ini persoalannya bukan dia tukang sate atau bukan. Tapi ini
telah merendahkan martabat Jokowi," ujarnya. Dia pun meminta semua orang
memandang jernih kasus ini. Sebab, yang dilaporkannya bukan untuk Jokowi, tapi
semata- mata untuk penegakan hukum. "Apakah benar Arsyad yang membuat itu
atau dia justru diminta seseorang untuk mengupload gambar tersebut," tegas
dia.
Cara
Penyelesaian
Hukum di
Negara memang kurang, tetapi untuk masalah ini harus segera ditindaklanjuti
karena ini menyangkut nama baik kepala negara Indonesia. Dan seharusnya memang
harus ditelusuri terlebih dahulu siapa yang membuat dan merekayasa foto
tersebut. Perekayasa dan penyebar foto sama sama harus ditindaklanjuti melalui
jalur hukum agar mendapatkan efek jera dan bisa menggunakan social media sebaik
mungkin untuk kegiatan yang lebih positif. Diusut terlebih dahulu dari
lingkungan si penyebar foto, karena bisa saja terjadi jika Arsyad hanya disuruh
seseorang untuk mengedarkan foto tersebut tanpa tahu maksud tujuan dan dampak
yang akan ditimbulkan. Patut saja timbul pro dan kontra bila pihak apparat langsung
menangkapnya tanpa ada proses penyelidikan.
2.
Hukum
Perikatan
a.
Pengertian Hukum Perikatan
Hukum
perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan
antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan
pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini
merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa
hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa
perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property),
juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum
waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).
Menurut ilmu
pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam
lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu
berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Beberapa sarjana juga telah
memberikan pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian perikatan
yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau
lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain
berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat
sesuatu dan untuk tidak berbuat
b.
Dasar hukum perikatan
Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan
KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut:
1) Perikatan yang timbul dari
persetujuan (perjanjian)
2) Perikatan yang timbul dari
undang-undang
3) Perikatan terjadi bukan perjanjian,
tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan
perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
1) Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata )
: Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang.
Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk
tidak berbuat sesuatu.
2) Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata
) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3) Undang-undang ( Pasal 1352 KUH
Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang
atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
c.
Azas-azas hukum perikatan
a)
Asas Konsensualisme
Asas konsnsualisme dapat disimpulkan dari Pasal
1320 ayat 1 KUHPdt.
Pasal 1320 KUHPdt : untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat sarat :
(1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
(2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
(3) suatu hal tertentu
(4) suatu sebab yang halal.
Pengertian kesepakatan dilukiskan dengan sebagai
pernyataan kehendak bebas yang disetujui antara pihak-pihak
b)
Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sun servanda berkaitan dengan akibat
suatu perjanjian. Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt:
· Perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang….”
·
c)
Asas Kebebasan Berkontrak
Pasal 1338 KUHPdt : “semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya”
Ketentuan tersebut memberikan kebebasan parapihak
untuk :
·
Membuat atau tidak membuat perjanjian;
·
Mengadakan perjanjian dengan siapapun;
·
Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan
persyaratannya;
·
Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau
lisan.
Terdapat beberapa asas hukum perikatan nasional,
yaitu :
1) Asas
kepercayaan;
2) Asas
persamaan hukum;
3) Asas
keseimbangan;
4) Asas
kepastian hukum;
5) Asas
moral;
6) Asas
kepatutan;
7) Asas
kebiasaan;
8) Asas
perlindungan;
3.
Hukum Perjanjian
a)
Standar Kontrak
Menurut
Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
·
Kontrak
standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh
kreditur dan disodorkan kepada debitur.
·
Kontrak
standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya
dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Menurut Remi Syahdeini, keabsahan
berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru
eksistensinya sudah merupakan kenyataan.
Kontrak
baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.
Suatu
kontrak harus berisi:
1) Nama dan tanda tangan pihak-pihak
yang membuat kontrak.
2) Subjek dan jangka waktu kontrak
3) Lingkup kontrak
4) Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
5) Kewajiban dan tanggung jawab
6) Pembatalan kontrak
b)
Macam – Macam Perjanjian
1) Perjanjian Jual-beli
2) Perjanjian Tukar Menukar
3) Perjanjian Sewa-Menyewa
4) Perjanjian Persekutuan
5) Perjanjian Perkumpulan
6) Perjanjian Hibah
7) Perjanjian Penitipan Barang
8) Perjanjian Pinjam-Pakai
9) Perjanjian Pinjam Meminjam
10) Perjanjian Untung-Untungan
c)
Syarat Sahnya Perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang
Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1) Sepakat untuk mengikatkan diri
Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus
bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang
diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada
pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2) Kecakapan untuk membuat suatu
perjanjian Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang
untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap
orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3) Suatu hal tertentu Suatu hal
tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat
menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata
menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang
paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4) Sebab yang halal Sebab ialah
tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut
Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh
Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal
1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak
mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
d)
Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu
Perjanjian
Pembatalan
Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat
perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu
pihak biasanya terjadi karena;
1) Adanya suatu pelanggaran dan
pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau
tidak dapat diperbaiki.
2) Pihak pertama melihat adanya
kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak
dapat memenuhi kewajibannya.
3) Terkait resolusi atau perintah
pengadilan
4) Terlibat hokum
5) Tidak lagi memiliki lisensi,
kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
Sumber :
Titik Triwulan Tutik, 2006. Pengantar
iLmu Hukum. Yang Menerbitkan Prestasi Pustakaraya: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar